Jumat, 11 Februari 2011

ujian ikhlas

Konon suatu hari, ketika seorang guru sudah memandang perlu menguji sebagian murid-murid yang pilihan, dia memanggil empat orang murid. Masing-masing murid itu diberi seekor ayam dengan sebilah pisau dan dikatakan kepada mereka: “Wahai murid-muridku, coba ayam-ayam itu kalian potong di suatu tempat yang tidak dapat dilihat oleh siapapun dan jangan sampai diketahui oleh siapapun”.

Berangkatlah murid-murid pilihan itu dengan merahasiakan keberangkatan dan berpencar, masing-masing membawa seekor ayam dan sebilah pisau yang sudah diasah tajam untuk mencari tempat yang tersembunyi supaya saat memotong ayam itu—seperti perintah gurunya—tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Yang satu pergi ke hutan, dan yang lainnya ada yang pergi ke gua dan ada yang masuk ke dalam kamar yang tertutup rapat. Ketika mereka bertiga merasa sudah tidak ada orang yang melihat dan mengetahui keberadaannya, maka dipotonglah ayam-ayam itu. Sedangkan murid yang terakhir, setelah berputar-putar ke sana ke mari, bahkan di tempat yang terpencil sekalipun, dia tidak mendapati tempat di mana dia dapat memotong ayamnya dengan tanpa dilihat dan diketahui oleh siapa-siapa. Oleh karena itu, ketika teman-temannya pulang dengan membawa ayam yang sudah dipotong, dia sendiri pulang dengan ayam yang masih dalam keadaan hidup.

Sesampainya di depan sang guru, murid yang satu melaporkan bahwa ia telah memotong ayamnya di dalam gua sehingga tidak mungkin ada orang yang mengetahuinya, yang satunya melaporkan telah memotong ayamnya di dalam hutan yang lebat sehingga tidak mungkin ada orang yang mengetahuinya dan yang satunya melaporkan telah memotong ayamnya di dalam kamar yang tertutup rapat, bahkan saat masukpun tidak ada seorangpun yang mengetahui, maka berarti tidak mungkin ada orang yang mengetahui pada saat mereka memotong ayam itu. Ketika murid yang satu itu ditanya oleh gurunya, mengapa engkau tidak memotong ayammu?, ia menjawab: “Maaf guru, saya sudah berputar-putar, mencari tempat yang paling sepi dan terpencil sekalipun, tapi tidak saya dapati satu tempatpun di mana saya dapat memotong ayam ini tanpa dilihat dan diketahui oleh siapapun, karena semakin sepi tempat yang aku temukan semakin aku rasakan bahwa Allah melihat kepadaku. Oleh karena itu, di manapun berada aku tidak sanggup memotong ayam ini dengan tanpa dilihat dan diketahui oleh siapapun”.

Dengan jawaban tersebut, maka ketiga murid-murid yang lain menjadi sadar bahwa yang akan lulus ujian gurunya adalah temannya yang terakhir ini, yaitu yang tidak dapat menemukan suatu tempat di mana dia tidak dapat dilihat dan diketahui oleh siapapun. Karena di manapun seseorang berada pasti Allah akan melihat dan mengetahuinya.

Walhasil, matahati ketika sudah cemerlang, maka yang tampak dalam sorot mata hanya Allah SWT. Itulah gambaran hati seorang hamba yang menduduki maqom MUSYAHADAH, maka yang ada dalam sorot matanya bukan SEBAB, akan tetapi YANG MENYEBABKAN SEBAB-SEBAB dari setiap realita dan fenomena yang dilihat. Ibadah puasa adalah ibadah rahasia, meski tidak dapat diketahui oleh siapa-siapa, akan tetapi Allah Maha Mengetahuinya. Dengan gemar mengerjakan ibadah puasa berarti sama saja orang melatih diri supaya matahatinya menjadi cemerlang dan tembus pandang. Ketika ibadah rahasia itu sudah waktunya berbuah, dan matahati seorang pengembara sudah mendapatkan FUTUH (terbukanya matahati) dari Tuhannya sehingga menjadi cemerlang dan tembus pandang, maka berarti orang tersebut akan mendapatkan KEYAKINAN HATI yang kuat, karena selalu mampu bermusyahadah kepada Allah SWT. Barangkali seperti itulah gambaran hati orang yang bertakwa:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS.al-Baqoroh/183)


oleh : KH. M. lutfi ghozali

3 komentar: