Kamis, 03 Februari 2011

AKHLAK SABAR

Ibnu Mas'ud R.A. berkata: Seolah-olah saya masih melihat pada Rasulullah SAW ketika mencontohkan kejadian seorang Nabi yang dianiya kaumnya hingga berlumuran darah, sambil mengusap darah dari mukanya berkata "ALLAHUMMAGHFIR LI QOUMI FAINNAHUM LA YA'LAMUN" (ya Allah ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui). (H.R Bukhari, Muslim).





Akhlak atau etika islami merupakan tema penting yang seringkali dibahas dalam kajian tazkiyatunnufus (pensucian diri), akhlak juga merupakan salah satu poin penting yang karenanya diturunkan Rasul pilihan, Nabi akhir zaman Muhammad Saw. "sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak". Akhlak islami merupakan sifat kepribadian yang sangat dianjurkan oleh agama yang hanif ini, dan menyerukan kepada segenap kaum muslimin untuk menghiasi diri mereka dengannya.

Akhlak adalah manifestasi batin seorang muslim yang mana pada hari akhir nanti akan ditampakkan segala hakikatnya. Sebagaimana pada diri manusia ada sisi jasmani yang dhohir, yang merupakan postur tubuh manusia itu sendiri manusia juga memiliki kerangka rohaniyahnya yang jika ditempa dengan baik dan dirawat maka akan menghasilkan bentuknya yang indah sebagaimana jasmani kita yang sering kita rawat dengan telitinya. Tetapi Allah hanya menilai bentuk rohaniyah dari seorang hamba-Nya saja, "seseunggunhnya Allah Swt tidak melihat kepada bentuk tubuh kalian melainkan pada hati kalian".

Sabar adalah sepenggal kata yang sering diucap dan enteng untuk dituturkan, namun dengan konsekuensi yang luar biasa berat. Sabar lebih sebagai sebuah hasil tempaan panjang takwiniyah ketimbang sebuah bekal untuk belajar. Dia wujud ka- rena kematangan fikrah dan kelembutan khusyu'. Dia adalah sebuah karakter yang diidamkan, kokoh, ibarat karang di tengah

gelombang pasang. Ibarat black hole yang menyerap semua sinar tanpa membuatnya kehilangan pegangan. Maka Allah bersama orang-orang yang sabar. Maka Nabi-nabi Allah selalu dengan kesabaran. Tanpa akhlaq islami ini da'wah islamiah tak akan tegak.
Tanpa sabar al Haq tak dapat ditegakkan. Karena, jalan bersama al haq, jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi ni'mat, jalan para Nabi, Shiiddiqiin, syuhada dan shalihiin, jalan ketaqwaan adalah jalan yang sukar lagi mendaki, jalan yang penuh celaan dari orang-orang yang suka mencela, jalan penuh hasutan dari orang-orang yang suka menghasut, jalan yang penuh hinaan dari orang-orang yang suka menghina, jalan penuh fitnah, teror, interogasi dan intimidasi. Tanpa sabar jalan yang mendaki menjadi lebih mendaki dan tak dapat dilalui.

Rasulullah saat di Tha'if berlumuran darah dilempari batu, begitu juga Nabi-nabi lain, karena kaumnya belum faham, tidak tahu kebenaran Allah, mereka jahil. Kalau saja mereka tahu, mereka faham, maka mereka akan lebih banyak menangis karena kesalahan-kesalahan mereka. Apa yang harus dilakukan untuk mereka yang tidak tahu, selain memohonkan pengampunan pada Sang Khalik ?

Memasukkan kebenaran ke dalam kepala, hati lalu mewujud dalam amaliah seseorang mad'u, bukanlah pekerjaan sederhana.
Ini adalah pekerjaan para anbiya, makhluk pilihan Allah. Coba kita bermuhasabah, baru saja perkataan kita disinggung saudara kita, ditanggapi dengan sedikit sinis atau dibiarkan, segenap ketersinggungan meluncur, meluap, lalu kita serang mereka yang bersinis-sinis kepada kita dengan kata-kata tajam-menusuk jantung.

Baru saja nasehat-nasehat kita dibalas dengan canda, dibalas dengan tawa, dibalas dengan olok-olok, segera saja segenap kebencian melanda. Belum lagi menghadapi fikrah rekan-rekan yang lain, yang tidak sama dengan kita, yang nampak kacau yang merugikkan, yang nampak munafiq, segenap kebencian penuh menghiasi layar kaca. Setumpuk buruk sangka menghiasi muka. Lalu dimana letak sabar ? Akankah kebenaran merasuk dalam hati rekan-rekan yang kepada mereka ingin kita sampaikan kebenaran, dengan tetap memelihara ketidaksabaran ? Apakah kita menganggap orang lain segera akan menerima kata-kata kita, meresapinya, lalu mengamalkannya, dengan sangat mudahnya ? Apakah kita berharap masuk surga, padahal belum datang cobaan kepada kita sebagaimana cobaan datang kepada mereka yang terdahulu ? Astaghfirullah, kita sering bermimpi. Kita sering bermimpi.

Inilah sabar. Dia muncul dari proses panjang pembinaan pribadi. Dia mesti mewujud, memancarkan sinar, melembutkan hati-hati yang memandangnya.


oleh: AM saputra
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar